OBSESI
Karya :
Natania Rahmadani Z.S
Rasa cinta yang terlalu berlebihan
adalah maya saja, orang bilang, bak tai kucing rasa cokelat. Ia rentan bikin
seseorang jadi terobsesi. Memang benar, cinta mengandung sekian persen obsesi.
Tapi kalau kadarnya terlalu banyak, kamu tidak akan mendapatkan kehidupan cinta
yang seimbang.
Namanya Kim Yoona. Berkepribadian
tertutup dan sulit bergaul dengan orang yang baru dikenalnya. Inilah dia,
remaja cantik yang terobsesi akan suatu hal, karena terobsesi-annya, ia bertemu
sosok malaikat tak bersayap yang membantunya untuk keluar dari zona nyaman nya
itu.
Minggu pagi yang dijalani Yoona
terasa sama saja dengan hari yang lain. Rutinitas yang dilakukannya pun sama.
Yoona selalu menghabiskan waktu nya di kamar, ia tidak peduli dengan kejadian
apa saja yang sudah ia lewatkan di luar.
Yoona : “Biii!!! Tolong ambilkan aku sarapan, jangan
lupa susu juga!” pekiknya
Mama :
“Aduh Yoona, kamu jangan teriak-teriak dong, bi Inah sedang sibuk, kan kamu
bisa ambil sendiri”
Yoona : “Yoona masih sibuk ma”
Mama :
“Sibuk apa kamu? Inikan hari Minggu. Jangan nonton drama Korea saja, sini bantu
mama pilih-pilih pakaian”
Yoona :
“Bentar ma, nanggung kalo nontonnya nggak diselesaikan dulu, hehe”
Mama : “Bantu mama atau laptop mu mama jual?!”
Yoona :
“Yaudah iya, Yoona bantu bu bos”
Mama :
“Nah gitu dong, nanti habis bantu mama, segera mandi ya. Soalnya tadi kak
Minhyun pesan kepada mama, kalau kamu mau diajak nonton pertandingan basketnya”
Yoona :
“Kak Minhyun ada tanding basket? Yaudah aku ikut aja, sekalian nanti mau beli
album EXO Love Shot”
Mama :
“Kamu ini, belajar hemat sedikit dong, masa kemarin sudah beli sekarang mau
beli album lagi. Kan mama sudah bilang, jangan terlalu suka menghabiskan uang
hanya demi membeli barang yang tidak penting”
Yoona :
“Itu penting bagi Yoona ma, yasudah Yoona mandi dulu ma”
Mama :
“Jangan suka akan suatu hal yang berlebihan Yoona, karena lama-kelamaan hal itu
akan merusak dan membuatmu terobsesi”
Yoona mengabaikan perkataan mama
nya, dan ia segera berlari menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi dan
berias, Yoona keluar dari kamar dan mencari keberadaan kakaknya.
Yoona :
“Kak Minhyun, di mana kamu?”
Minhyun : “Hai Yoon, kamu sudah siap?”
Yoona : “Sudah kak, ayo berangkat”
Setelah sampai di lapangan basket
tempat bertanding Minhyun, Yoona duduk di tribun belakang dan ia memasang
headset di telinganya dan bersenandung seperti biasa. Tiba-tiba Minhyun yang
sedang bersiap-siap dengan timnya menghampiri Yoona tanpa sebab.
Minhyun :
“Kalau niatnya mau nonton pertandingan, fokus saja pada pertandingannya” (ucap
Minhyun sambil menarik tiba-tiba headset Yoona)
Yoona :
“Apasih kak, suka-suka Yoona dong mau ngapain aja, kan nggak ada yang
ngelarang”
Minhyun :
“Kalo kamu hanya ingin melakukan hal konyol ini, kenapa tadi ikut kakak? Lebih
baik kamu di rumah”
Yoona :
“Loh, kan tadi kak Minhyun yang mengajak Yoona kesini”
Minhyun :
“Aku kira, kamu benar-benar ingin menonton pertandingan basket, makanya kakak
ajak. Eh, ternyata kamu malah asik joget-joget tidak jelas”
Yoona :
“Yasudah kak, aku pulang. Kakak fokus saja pada pertandingan. Tidak usah memikirkan
aku, aku bisa pulang sendiri”
Minhyun :
“Ada apa denganmu Yoon? semakin hari aku perhatikan, kamu tidak bisa lepas
dengan dunia KPOP mu, jangan sampai dunia mu yang sebenarnya hilang karena
dunia khayalanmu itu”
Yoona :
“Omongan kak Minhyun semakin membuatku benci akan dunia nyata ku, kak!”
Yoona langsung pergi dari hadapan Minhyun yang sedang geram
melihat tingkah adeknya itu. Setibanya di rumah, Yoona menangis. Ia berpikir
bahwa keluarganya tidak menyayanginya hanya karena tidak menuruti keinginan Yoona.
Yoona :
“Apa salahku? Apa menyukai KPOP adalah sebuah kesalahan? Aku berhak memilih apa
yang aku sukai, mereka tidak bisa melarangku seenaknya” (geming Yoona di kamar)
Tiba-tiba
seseorang membuka pintu kamar Yoona.
Mama :
“Mama tidak pernah melarangmu untuk berfantasi di dunia KPOP mu Yoona. Tetapi
apa mama salah kalau mengingatkan kepadamu, bahwa hal yang kamu lakukan itu ada
sisi negatif nya? Jelas kamu tidak terima, karena kamu sudah candu akan hal
itu”
Yoona :
“Kebahagiaan Yoona ada disitu ma. Dan Yoona nggak akan pernah meninggalkan
dunia KPOP”
Mama :
“Kalau seperti itu, kapan kamu mikirin pendidikan kamu Yoona? Pendidikan itu
penting. Apa kamu juga sudah memikirkan kamu akan berkuliah di mana? Dan ingin
menjadi apa? Pikirkan baik-baik masa depan kamu Yoona!” (jelas mama)
Yoona :
“Sudah aku pikirkan sejak lama, ma. Aku akan melanjutkan pendidikanku di Korea
dan sukses di sana”
Mama :
“Korea lagi yang kamu pikirkan Yoona. Kamu belum bisa menjamin pendidikanmu di sana.
Mama dan papa mu tidak akan setuju kamu lanjut pendidikan di Korea. Di
Indonesia saja sudah banyak Universitas bagus, kenapa jauh-jauh pergi ke
Korea?”
Yoona :
“Aku akan tetap pergi ke Korea ma. Meskipun aku belum pernah kesana tapi aku
sudah tahu betul Negara itu. Aku juga sudah lancar berbicara bahasa Korea. Jadi
akan lebih mudah saat berkomunikasi di sana ”
Mama :
“Oke terserah kamu, mama muak dengan semua ini”
Mama keluar dari kamar Yoona dengan emosi yang memuncak.
Sedangkan Yoona tetap teguh pada pendiriannya, yaitu kuliah di Negara Gingseng
itu.
Yoona menantikan hari wisuda sejak
lama, dan hari wisuda Yoona pun tiba. Ia sangat senang dan tidak sabar untuk
berangkat ke Korea. Keesokan harinya setelah wisuda, ia langsung berangkat ke
Korea.
Yoona :
“Aku tidak sabar lagi. Beberapa jam lagi aku tiba di negara para idol
favoritku. Kita akan menghirup udara yang sama oppa!!” (ujar Yoona di pesawat
dengan gembira *oppa adalah sebutan yang digunakan wanita untuk memanggil pria
yang lebih tua darinya)
Setelah tiba di Korea, Yoona
memutuskan segera mencari sewaan rumah untuk tempat tinggalnya selama ada di
Korea. Ketika bingung mencari sewaan rumah, seorang lelaki tampan seumuran
Yoona menghampirinya.
Jinyoung :
“Annyeonghaseyo, dowa deulilkkayo? Neoneun honlanseuleowo boinda” (tanya
laki-laki itu dengan logat bahasa Koreanya yang khas *halo, adakah yang bisa
saya bantu? Kamu terilah bingung*)
Yoona :
“Annyeonghaseyo. Naneun jib-eul chajgoissda” (*halo juga. Saya mencari rumah*)
Jinyoung :
“Naega dowa julkke. Noneun hangug-in-I anin geoscheoleom boinda” (*aku akan
membantumu. Kamu sepertinya bukan orang Korea*)
Yoona :
“Naneun Indonesia chulsin-ida” (*saya dari Indonesia*)
Jinyoung :
“Oh, ternyata kamu orang Indonesia. Saya juga asli Indonesia, tapi sudah lama
saya kuliah disini. Namamu siapa? Aku Jinyoung, salam kenal ya” (ucap Jinyoung
sambil mengulurkan tangannya)
Yoona :
“Aku kira kamu asli Korea, soalnya wajahmu sudah seperti oppa Korea. Hahahaha.
Namaku Yoona, salam kenal juga” (jawab Yoona sembari menjabat tangan Jinyoung)
Berawal
dari perkenalan itu, Yoona dan Jinyoung semakin dekat. Mereka kuliah di kampus
yang sama. Jinyoung memiliki banyak kesamaan dengan Yoona. Mulai dari hobinya
yang suka dengan dunia KPOP dan ketidaksetujuan orang tua mereka akan hobinya
itu.
Pukul 3 sore, Jinyoung menelpon
Yoona untuk mengajaknya nonton Konser EXO. (EXO adalah nama grub band asal
korea yang sangat terkenal)
Jinyoung :
“Yoona, Minggu besok EXO akan konser di Gangnam. Kamu mau nonton bersamaku?”
Yoona :
“Tentu, berapa harga tiket nya?”
Jinyoung :
“Untuk tiket VIP 1.500.000”
Yoona :
“Aduh uang bulanan ku tinggal sedikit dan masih banyak keperluan yang belum aku
beli. Coba aku telfon mama ku dulu ya?”
Jinyoung :
“Oke, jangan memaksakan untuk menonton. Kalau ada uang lebih saja kita nonton. Aku
tunggu kabarmu”
Jinyoung
memutuskan sambungan telepon. Yoona segera menelpon mamanya di Indonesia.
Yoona : “Halo ma, apa kabar? Di sini Yoona baik-baik
saja”
Mama : “Halo Yoona, kabar mama baik. Ada apa
menelpon mama?”
Yoona :
“Rencananya Yoona diajak teman Yoona untuk nonton konser di Gangnam ma. Tapi
uang bulanan Yoona mau habis. Jadi, mama kirimin uang lagi ya”
Mama :
“Aduh Yoona kamu ini, masih saja membuang-buang uang untuk hal yang nggak
penting. Kamu ini sudah kuliah Yoona. Tapi masih seperti anak kecil saja. Mama
kirim uang itu untuk membayar kuliah dan membeli keperluan-keperuanmu di sana.
Bukan untuk nonton konser atau membeli barang-barang tidak berguna lainnya”
(omel mama)
Yoona :
“Ma, Yoona juga butuh refreshing”
Mama :
“Tapi untuk apa refreshing hingga memakan biaya mahal seperti itu. Belajarlah
berhemat Yoona”
Yoona :
“Yasudah kalau mama tidak mau kirimin uang Yoona”
Mama :
“Yoona..”
Yoona
memutus sambungan telepon dengan mamanya. Ia membanting telepon genggamnya ke
kasur. Dia sangat stress saat itu. Perasaannya bercampur jadi satu. Marah,
kesal, dan bingung apa yang harus ia lakukan. Ia semakin membenci keluarganya.
Semakin hari pikiran Yoona semakin kacau. Selama seminggu ini ia bolos kuliah.
Jinyoung menelponnya berkali-kali tapi tidak Yoona angkat. Lalu Jinyoung
memutuskan untuk mampir ke rumah Yoona.
Jinyoung :
“Yoona, apakah kamu di rumah?” (teriak Jinyoung sembari mengetuk pintu rumah
Yoona)
Yoona :
“Ada apakamu ke sini? Pergi dan jangan kembali lagi!” (usir Yoona)
Jinyoung yang tidak tau apa-apa
merasa bingung dengan keadaan Yoona saat ini. Seringkali ia mampir kerumah
Yoona untuk menenangkannya. Tapi tetap sama hasilnya. Yoona semakin stress dan
ia tidak mau makan. Akhirnya Jinyoung memutuskan untuk mengantar Yoona ke rumah
sakit untuk memeriksa psikologi nya.
Jinyoung :
“Sanghwang-i eottae?” (tanya Jinyoung kepada dokter yang menangani Yoona
*bagaimana keadaannya?*)
Dokter :
“Geuneun uuljeung-esidallyeossseubnida. Geuneun mwonga-e salo jabhyeoissda.
Hajiman geuneun eod-eul su eobsda” (*dia menderita depresi. Dia terobsesi
dengan sesuatu. Tapi ia tidak bisa mendapatkannya*)
Jinyoung :
“Komapseumnida, uisa” (*terimakasih, dokter*)
Tanpa
berpikir lama, Jinyoung menelpon mama Yoona dan mengatakan apa yang terjadi
dengan Yoona.
Jinyoung : “Halo, apakah benar ini mama Yoona”
Mama : “Halo, benar saya mama Yoona.
Ini siapa ya?”
Jinyoung : “Saya Jinyoung tante, teman Yoona”
Mama : “Oh iya, ada apa menelpon
tante?”
Jinyoung :
“Saat ini kata dokter, Yoona depresi berat tante. Sudah lebih dari seminggu
Yoona tidak masuk kuliah karena keadaannnya. Saya bingung mau melakukan apa,
jadi saya hubungi tante”
Mama :
“Astaga Yoona, sekarang bagaimana keadaanya?”
Jinyoung :
“Yoona sudah jauh lebih baik setelah saya antar ke dokter, te. Mungkin akan
lebih baik lagi jika orang tuanya ada di sampingnya. Mungkin proses penyembuhan
akan semakin cepat”
Mama :
“Iya Jinyoung, besok kami akan pergi ke Korea. Jaga baik-baik Yoona selagi kami
belum ada disana ya”
Jinyoung :
“Baik tante,saya kirim alamat rumah sakitnya”
Mama :
“Oke, sampai ketemu disana”
Belum
sempat memberi salam, Mama Yoona menutup teleponnya. Selama perjalanan keluarga
Yoona sangat khawatir. Setibanya di Korea, mama Yoona mengecek alamat rumah
sakit yang diberikan Jinyoung. Ternyata rumah sakit itu tidak jauh dari
bandara. Jinyoung menunggu kedatangan keluarga Yoona di lobi rumah sakit.
Jinyoung : “Tante Hyuna?”
Mama : “Maaf, anda siapa ya?”
Jinyoung : “Saya Jinyoung, tante. Mari saya
antar ke kamar Yoona”
Mama :
“Oh, hai Jinyoung. Kamu kok bisa bicara bahasa Indonesia?”
Jinyoung :
“Hehe, iya tante. Sebenarnya saya asli Indonesia. Sama seperti Yoona, saya
kuliah di sini, tapi sudah agak lama”
Mama :
“Oh baiklah, ayo antar ke kamar Yoona.
Saya sudah sangat khawatir”
Jinyoung :
“Mari, tante”
Setelah
sampai di kamar Yoona, Yoona sangat terkejut. Tidak disangka keluarganya kemari
untuk menjenguknya. Suasana pun menjadi haru.
Mama : “Yoona, apakah kamu baik-baik
saja?”
Yoona :
“Mama, Yoona minta maaf ya kalau Yoona sering bikin masalah dan sering membuat
khawatir mama, papa, dan kak Minhyun” (ucap Yoona sambil memeluk mamanya)
Minhyun :
“Tak apa Yoona, kakak tau posisi kamu” (kata Minhyun sampil mengusap kepala Yoona)
Papa :
“Yoona, memang tidak semua keinginan itu bisa kamu dapatkan. Kadang kamu juga
harus tahu timbal balik apa yang akan kamu dapatkan nanti. Setiap sesuatu ada
sisi positif dan negatif nya. Jadi mulai saat ini, belajarlah dewasa”
Yoona :
“Baik pa, Yoona akan coba mengurangi
obsesi Yoona dengan dunia KPOP. Jinyoung, bisakah kamu membantuku?”
Jinyoung :
“Siap, aku akan ada di mana pun dan kapan pun kamu membutuhkanku”
Akhirnya senyum Yoona terukir
kembali. Setelah seminggu ada di Korea, keluarga Yoona kembali ke Indonesia.
Setiap hari, Jinyoung mampir ke rumah Yoona untuk mengetahui keadaannya.
Jinyoung menjaga Yoona dengan baik. Mereka berteman semakin akrab. Suatu hari
Jinyoung mengajak Yoona untuk pergi ke
Indonesia saat liburan musim semi.
Jinyoung :
“Yoona, gimana kalau kita ke Indonesia saat liburan musin semi mendatang”
Yoona :
“Ide bagus! Aku juga rindu Indonesia. Hmm, sebaiknya kita beli tiket pesawat
secepatnya, aku takut kalau kita kehabisan tiket liburan musim semi”
Jinyoung :
“Baiklah, aku setuju. Gimana kalau besok kita beli?”
Yoona :
“Tentu. Besok jemput aku ya”
Jinyoung :
“Setiap hari kan aku ke sini”
Yoona :
“Eh, iya. Hehehe”
Hari
itu akhirnya tiba, mereka sudah menyiapkan keperluan-keperluan yang akan dibawa
dua hari lalu. Jinyoung menjemput Yoona lebih awal. Sesampainya di Bandara
Incheon.
Jinyoung : “Tidak ada barang yang ketinggalan
kan?”
Yoona : “Kurasa semua sudah”
Jinyoung :
“Baiklah”
Yoona :
“Hmm, Jinyoung”
Jinyoung :
“Ya, ada apa? Kenapa menendadak tegang? Hahaha”
Yoona :
“Ah kamu, aku ingin berbicara serius”
Jinyoung :
“Oke, akan kudengarkan putri Yoona” (gurau Jinyoung)
Yoona :
“Jadi gini. Hmm, terimakasih banyak ya atas semua perhatianmu untukku. Aku tidak
menyangka akan bertemu lelaki yang sangat baik di hidupku, selain papa dan kak
Minhyun. Aku beruntung sekali bertemu denganmu Jinyoung, sangat beruntung. Aku
menikmati semua kenangan indah bersamamu. Mungkin kata-kata ini sangat kurang
untuk membalas rasa terimakasihku kepadamu. Tapi, ada satu hal yang aku inginkan
darimu”
Jinyoung :
“Aku melakukan semua ini tulus Yoona. Entah mengapa aku nyaman berada di sampingmu.
Sebelumnya, di sini semua terasa asing bagiku, tapi sejak aku bertemu denganmu,
hidupku terasa lebih berwarna. Apa yang kamu inginkan dariku?”
Yoona :
“Apakah kamu mau berjanji denganku, kalau kamu tidak akan pernah meninggalkan
ku?”
Jinyoung :
“Aku janji”
Setelah
beberapa jam menempuh perjalanan Korea Selatan-Jakarta, akhirnya mereka tiba di
Indonesia tercinta. Di Jakarta, mereka tetap sering bertemu dan menghubungi.
Yoona akhirnya bisa menjadi perempuan yang lebih dewasa dari sebelumnya, tidak
terlalu fanatik dengan KPOP dan lebih hemat. Itu semua berkat bantuan Jinyoung
dan keluarganya. Jangan malu dengan masa lalu seburuk apapun itu karena yang
terpenting adalah bagaimana untuk berubah menjadi lebih baik di masa sekarang
dan untuk Masa depan nantinya. Justru yang seharusnya malu itu, ketika kita
merasa nyaman dengan keburukan tanpa ada usaha untuk mau berubah menjadi lebih
baik.